TNI Jaga Kejaksaan, Antara Perlindungan dan Polemik Hukum - Seputar Kejadian Sultra

TNI Jaga Kejaksaan, Antara Perlindungan dan Polemik Hukum

Jakarta – Rentetan penyerangan terhadap jaksa dalam beberapa waktu terakhir memunculkan urgensi pengamanan terhadap aparat penegak hukum. Namun, keputusan melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjaga institusi Kejaksaan memicu pro dan kontra.

Dua kasus terbaru terjadi di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan Depok, Jawa Barat pada Sabtu (24/5/2025). Jaksa John Wesli Sinaga (53) dan stafnya Acensio Silvanof (25) mengalami luka parah usai dibacok orang tak dikenal. Di hari yang sama, jaksa berinisial DSK di Depok juga menjadi korban serangan serupa.

Pemerintah pun merespons cepat dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa. Salah satu poinnya adalah pengamanan bersama oleh Polri dan TNI.

Langkah ini mendapat dukungan dari Komisi Kejaksaan (Komjak). Ketua Komjak, Pujiyono Suwadi, menyatakan bahwa keterlibatan TNI sudah tepat karena Kejaksaan adalah objek vital negara.

“Ancaman terhadap jaksa makin nyata. TNI punya peran dalam pengamanan institusi, sementara Polri lebih ke aspek personal. Ini kolaborasi yang saling melengkapi,” ujar Pujiyono kepada KBR, Rabu (28/5/2025).

Dipertanyakan dari Sisi Hukum

Namun tak sedikit pihak mempertanyakan keabsahan dan urgensi pelibatan TNI. Peneliti bidang hukum dari The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania, menilai pendekatan ini terlalu simbolik dan tidak menyentuh perlindungan substansial terhadap individu jaksa yang menghadapi risiko langsung.

“Jika jaksa masih bisa diserang terang-terangan, lalu apa sebenarnya yang dilindungi dan dari siapa?” tegasnya.

Christina menyebut insiden ini sebagai sinyal krisis sistemik yang tak bisa diselesaikan hanya dengan penjagaan gedung oleh aparat bersenjata. Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan internal Kejaksaan.

Ancaman terhadap Independensi

Pengamat militer dari ISESS, Khairul Fahmi, mengkritik pelibatan TNI dari sudut ketatanegaraan.

“Penyerangan terhadap jaksa tidak bisa jadi alasan menarik TNI ke urusan sipil. Ini rawan menabrak batas kewenangan dan merusak independensi lembaga hukum,” ujarnya, Kamis (29/5/2025).

Senada, Peneliti Senior Imparsial Al Araf menyebut langkah ini inkonstitusional dan bertentangan dengan UU TNI.

“Situasi Indonesia saat ini bukan keadaan darurat. Melibatkan TNI bisa menimbulkan kekacauan fungsi antara pertahanan dan penegakan hukum,” katanya.

Kejaksaan: Penerapan Perpres Sudah Berjalan

Sementara itu, Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar menyatakan bahwa pihaknya telah menginstruksikan seluruh kejaksaan di daerah menyesuaikan pelaksanaan Perpres sesuai kebutuhan lokal.

“Langkah ini bagian dari penguatan kerja sama Kejaksaan dengan TNI dan Polri. Tujuannya untuk perlindungan aparat hukum dan kelangsungan proses penegakan hukum,” ujar Harli dalam siaran pers resmi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *