Tragedi di Balik Jeruji: Narapidana Berisiko Skizofrenia Lapas Ruteng Tewas Gantung Diri

Sebuah insiden tragis terjadi di Lapas Kelas IIB Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Seorang narapidana berinisial HM (25), ditemukan meninggal dunia akibat gantung diri di dalam sel karantina pada Minggu, 14 Desember 2025, sekitar pukul 07.30 Wita.

Korban, yang merupakan warga binaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan masa pidana berakhir pada 20 Februari 2027, diketahui memiliki riwayat gangguan kesehatan mental.

Peristiwa ini pertama kali diketahui saat petugas Lapas melaksanakan serah terima regu jaga sekitar pukul 06.30 Wita. Petugas melakukan pengecekan di Sel Karantina Blok A Kamar 02, yang dihuni korban seorang diri. Kecurigaan muncul ketika pintu sel didapati tertutup dari dalam menggunakan tipleks alas tidur.

Saksi Muhamad Zulkfri, seorang pegawai Lapas, dan Vebrina Gandaria, perawat Lapas, segera membuka paksa pintu sel. Mereka mendapati korban dalam posisi tergantung pada ventilasi trali kamar sel menggunakan kain sarung milik korban. Kejadian tersebut langsung dilaporkan kepada pihak Polres Manggarai.

Tak lama setelah laporan diterima, personel piket SPKT Polres Manggarai yang dipimpin oleh Pamapta I AIPTU Ari Erong bersama anggota identifikasi segera mendatangi lokasi untuk melaksanakan Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Polres Manggarai mendalami riwayat korban yang diketahui telah ditempatkan di sel karantina sejak 2 November 2025. Pemindahan ini dilakukan karena korban sering mengancam dan memukul sesama penghuni sel.

Sejak tahun 2022, korban dilaporkan kerap mengeluhkan gangguan kesehatan mental, termasuk halusinasi pendengaran. Korban sempat didiagnosis menderita gangguan Skizofrenia oleh Puskesmas Ruteng dan telah mendapatkan perawatan medis berkala. Namun, pada Maret 2025, kondisinya memburuk dengan keluhan sakit kepala, susah tidur, dan kembali mendengar bisikan suara.

Hasil olah TKP di lokasi kejadian menunjukkan bahwa korban gantung diri pada ventilasi trali kamar sel.

Hasil olah TKP menunjukkan korban gantung diri pada ventilasi trali dengan ketinggian sekitar 140 cm dari lantai di dalam sel berukuran 100 cm x 200 cm, ungkap petugas kepolisian.

Jenazah korban kemudian dibawa ke RSUD Ruteng untuk dilakukan pemeriksaan visum oleh dr. Maria Patricia Marisstella. Hasil visum menguatkan dugaan bunuh diri.

Hasil visum menyatakan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Korban dinyatakan meninggal dunia akibat hambatan pernapasan karena lilitan kain di leher saat gantung diri, jelas keterangan medis.

Meskipun demikian, pihak keluarga korban yang diwakili oleh ayah kandungnya, Fransiskus Haji, menyatakan menerima kejadian tersebut sebagai takdir. Keluarga secara resmi menolak dilakukan autopsi dan menolak menuntut proses hukum, yang dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai. Jenazah korban telah diantar ke kampung halaman di Golo Tanggo untuk disemayamkan.

Terkait penanganan kasus dan laporan masyarakat secara umum, Kasat Reskrim Polres Manggarai memberikan penegasan mengenai prosedur hukum. Beliau menekankan bahwa proses penyelidikan membutuhkan waktu bervariasi tergantung kompleksitas perkara dan kecukupan alat bukti.

Setiap warga negara pada prinsipnya wajib memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh pihak berwenang atas peristiwa yang dilihat, didengar, maupun dialami sendiri, guna membantu membuat terang suatu peristiwa hukum, tegas Kasat Reskrim.

Beliau menambahkan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan wajib dinyatakan tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan seseorang bersalah, sebagai wujud penerapan asas praduga tidak bersalah dan kepastian hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *