Gelombang Demo 25–31 Agustus 2025: Delapan Korban Jiwa, Ribuan Ditangkap, DPR Dipaksa Hapus Tunjangan

Jakarta – Gelombang demonstrasi yang mengguncang Indonesia sejak 25 Agustus 2025 akhirnya meninggalkan jejak panjang berupa korban jiwa, kerusakan fasilitas publik, hingga perubahan kebijakan besar di parlemen. Aksi yang awalnya dipicu oleh rencana kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan itu berkembang menjadi gelombang kemarahan rakyat terhadap elit politik dan sistem yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat.

Dalam sepekan, demonstrasi meluas ke berbagai daerah termasuk Jakarta, Surabaya, Makassar, Solo, Yogyakarta, hingga Bali. Massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojek daring turun ke jalan melakukan aksi protes, sit-in, hingga aktivisme digital. Namun, ketegangan cepat berubah menjadi bentrokan. Sejumlah fasilitas publik dibakar, termasuk gedung DPRD Makassar yang ludes dilalap api, serta Gedung Grahadi di Surabaya yang dirusak massa. Bahkan rumah pejabat dan anggota DPR juga menjadi sasaran penjarahan.

Tragedi pun tak terelakkan. Sedikitnya delapan orang tewas selama rentang 25–31 Agustus. Di antaranya, Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring, tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus. Tiga orang meninggal akibat terjebak dalam kebakaran gedung DPRD Makassar. Korban lainnya termasuk seorang mahasiswa di Yogyakarta, seorang tukang becak di Solo, serta dua warga di Makassar, salah satunya diduga dianiaya massa.

Di tengah situasi chaos, aparat kepolisian melakukan penangkapan besar-besaran. Hingga akhir Agustus, tercatat 3.195 orang ditangkap di 15 wilayah hukum Polda, dengan 55 orang ditetapkan tersangka. Sebagian lainnya dipulangkan setelah pemeriksaan awal.

Merespons situasi yang terus memanas, Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungannya ke luar negeri dan mengumumkan penghapusan tunjangan DPR serta moratorium perjalanan dinas anggota parlemen. Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir aksi kekerasan, perusakan, maupun penjarahan yang disebutnya dapat mengarah pada tindakan “pengkhianatan dan terorisme”.

Namun, langkah pemerintah itu belum meredam kritik. Amnesty International dan sejumlah organisasi hak asasi manusia menuntut investigasi independen atas delapan kematian serta dugaan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, termasuk peluru karet dan gas air mata yang ditembakkan secara tidak proporsional.

Gelombang demo 25–31 Agustus 2025 ini kini tercatat sebagai salah satu unjuk rasa terbesar setelah reformasi, meninggalkan luka sosial sekaligus membuka perdebatan baru tentang arah demokrasi, keadilan sosial, dan transparansi kekuasaan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *